Sebagai negara yang memiliki
penduduk yang mayoritasnya beragama Islam, sudah seharusnya umat islam
Indonesia sendiri tidak memiliki mindset yang dapat memberi celah untuk
menimbulkan tindakan tidak adil bagi kaum minoritas. Sentiment ras yang sudah
terjadi dikalangan masyarakat nyatanya menimbulkan stereotype dikalangan
manusia dan merupakan kebiasaan yang sangat berbahaya. Hal ini dikarenakan ia
dapat menimbulkan prasangka antar ras/umat manusia dan menaikkan tindakan kriminal.
Sebagai contoh seringkali terdapat stereotype yang beredar dikalangan masyaraka
Indonesia yang seringkali ditujukan terhadap ras minoritas, seperti halnya ras
keturunan China ataupun ras diluar suku mayoritas seperti Jawa ataupun Melayu.
Padahal hasil riset mengungkapkan bahwa orang Indonesia sendiri tidak berasal
dari gen atau suku tertentu. Keberagaman masyarakat Indonesia berawal dari
adanya perbedaan budaya, sedangkan genetiknya sendiri dikatakan berasal dari
satu wilayah yang sama yakni wilayah Afrika, yang kemudian masyarakatnya mengalami
evolusi genetik seiring berjalannya waktu hingga menjadi masyarakat Indonesia yang
modern.
Pada dasarnya agama Islam merupakan
agama paripurna yang sangat menjunjung tinggi dan menghormati keragaman
manusia. Hal ini terbukti dalam surah Al-Hujurat ayat 11 yang menerangkan
mengenai perbedaan suku dan keseragaman manusia. Selain itu umat muslim sendiri
sudah menerapkan toleransi antar manusia sebelum adanya era modern yang
dibuktikan melalui Piagam Madinah. Dalam perjanjian tersebut kaum muslim kalangan
suku Muhajirin dan Anshar membuat perjanjian untuk saling menghargai antara
dengan kelompok non-muslim dan Yahudi di Madinah. Pada dasarnya toleransi merupakan
hal yang sangat krusial dalam jati diri umat islam, sebab manusia yang tidak
menghormati perbedaan maka ia tidak menghargai dan menghormati sesama manusia
dan ajaran Al-Quran itu sendiri. Selain itu konsep minoritas terhadap suatu
golongan bukanlah berasal dari ajaran agama islam, melainkan ajaran ilmu barat.
Dalam ajaran agama islam keunggulan seorang hamba atau manusia tidak dilihat
berdasarkan ras, kekayaan maupun kedudukan sosialnya, melainkan berdasarkan
ketaatannya terhadap perintah Allah.
Penghormatan terhadap hak konstitusional warga negara seharusnya diberikan dan dilindungi dalam keadaan apapun dan dalam waktu apapun. Sebagai negara dengan penduduk yang mayoritasnya beragama islam tentunya polemik mengenai kelompok islam radikal bukanlah hal yang asing. Meskipun begitu sebagai negara demokrasi Indonesia sendiri sudah menjamin hak konstitusional seluruh warganegaranya, sekalipun jika warga negaranya tersebut pernah tergabung kedalam kelompok islam radikal di Indonesia sebelumnya. Jika warga negara Indonesia mengikuti kelompok islam yang radikal maka hak konstitusional yang dimiliki oleh subjek hukum tersebut tetap berlaku dan dilindungi seperti halnya hak dasar yang dimiliki oleh manusia (sandang, pangan, papan), hak untuk hidup, hak untuk kembali ke masyarakat, dan lainnya. Sebagai umat islam tidak seharusnya kita sebagai manusia mengasingkan warga negara yang pernah menjadi bagian dari kelompok islam radikal. Hal ini dikarenakan meskipun tindakan tersebut dapat dinyatakan bersalah dan dapat dihukum dengan ketentuan Undang-Undang, akan tetapi hal yang lebih krusial untuk dirubah ialah pola pikirnya. Sehingga dalam menyikapi hal tersebut tidak seharusnya masyarakat menolak kembali hadirnya oknum-oknum tersebut, melainkan menerima kembali dan memperkuat proses deradikalisasi agar oknum tersebut dapat bergabung kembali menjadi bagian dari masyarakat yang produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Telah Berkunjung DI BLOG TAKMIR MASJID AL-AZHAR Fakultas Hukum UII