23 Mar 2021

Webinar: Perbedaan Etnis Dan Penerapan Hak-Hak Konstitusional Dalam Pandangan Islam

 


                      


Indonesia adalah negara yang diberikan nikmat oleh Allah SWT berupa keberagaman antar etnis dan antar agama dalam masyarakat. Di satu sisi, harmoni kehidupan yang toleran dapat timbul dalam keberagaman yang sedemikian rupa. Namun, keberagaman tersebut juga membawa resiko akan potensi adanya perpecahan di masyarakat.
Sejarah telah mencatat adanya konflik horizontal antar etnis di Indonesia serta persinggungan antara pemerintah dengan kelompok islam yang kadangkala dicap radikal atau separatis. Lantas bagaimanakah kita harus menyikapi isu-isu tersebut?
Guna mempertajam pemahaman kita terkait dengan permasalahan tersebut, kami dari Takmir Masjid Al-Azhar FH UII melalui divisi KADIS dan SYIAR mengadakan Webinar "PERBEDAAN ETNIS DAN PENERAPAN HAK-HAK KONSTITUSIONAL DALAM PANDANGAN ISLAM" dengan keynote speaker yang dibawakan oleh Dr. Suparman Marzuki S.H., M.Si. selaku Dosen FH UII dan juga Ketua Komisi Yudisial RI 2013-2015 serta Ahmad Sadzali Lc., M.H. pada hari Minggu, 21 Maret 2021 pukul 19.30 WIB yang diselenggarakan melalui Zoom meeting.
Indonesia merupakan negara yang sangat terkenal dalam kemajemukannya. Keberagaman tersebut tidak hanya meliputi keberagaman etnis melainkan juga Bahasa dan agama yang dianut oleh masyarakatnya. Kemajemukan tersebut tentunya membawa efek positif dalam kehidupan berbangsa, akan tetapi pada kenyataannya keberagaman tersebut menjadi salah satu penghalang dalam pemenuhan hak konstitusional sebagian warga negara. Sebagai negara demokrasi seharusnya Indonesia tidak memperbolehkan adanya perlakuan diskriminatif diantara golongan masyarakat. Hal ini dikarenakan pada dasarnya umat manusia sudah berjuang kuat untuk memperkuat eksistensinya sebagai manusia yang berdaulat yang memiliki constitutional rights dan negara memiliki kewajiban untuk memenuhi dan melindungi hak dasar tersebut.

Sebagai negara yang memiliki penduduk yang mayoritasnya beragama Islam, sudah seharusnya umat islam Indonesia sendiri tidak memiliki mindset yang dapat memberi celah untuk menimbulkan tindakan tidak adil bagi kaum minoritas. Sentiment ras yang sudah terjadi dikalangan masyarakat nyatanya menimbulkan stereotype dikalangan manusia dan merupakan kebiasaan yang sangat berbahaya. Hal ini dikarenakan ia dapat menimbulkan prasangka antar ras/umat manusia dan menaikkan tindakan kriminal. Sebagai contoh seringkali terdapat stereotype yang beredar dikalangan masyaraka Indonesia yang seringkali ditujukan terhadap ras minoritas, seperti halnya ras keturunan China ataupun ras diluar suku mayoritas seperti Jawa ataupun Melayu. Padahal hasil riset mengungkapkan bahwa orang Indonesia sendiri tidak berasal dari gen atau suku tertentu. Keberagaman masyarakat Indonesia berawal dari adanya perbedaan budaya, sedangkan genetiknya sendiri dikatakan berasal dari satu wilayah yang sama yakni wilayah Afrika, yang kemudian masyarakatnya mengalami evolusi genetik seiring berjalannya waktu hingga menjadi masyarakat Indonesia yang modern.

Pada dasarnya agama Islam merupakan agama paripurna yang sangat menjunjung tinggi dan menghormati keragaman manusia. Hal ini terbukti dalam surah Al-Hujurat ayat 11 yang menerangkan mengenai perbedaan suku dan keseragaman manusia. Selain itu umat muslim sendiri sudah menerapkan toleransi antar manusia sebelum adanya era modern yang dibuktikan melalui Piagam Madinah. Dalam perjanjian tersebut kaum muslim kalangan suku Muhajirin dan Anshar membuat perjanjian untuk saling menghargai antara dengan kelompok non-muslim dan Yahudi di Madinah. Pada dasarnya toleransi merupakan hal yang sangat krusial dalam jati diri umat islam, sebab manusia yang tidak menghormati perbedaan maka ia tidak menghargai dan menghormati sesama manusia dan ajaran Al-Quran itu sendiri. Selain itu konsep minoritas terhadap suatu golongan bukanlah berasal dari ajaran agama islam, melainkan ajaran ilmu barat. Dalam ajaran agama islam keunggulan seorang hamba atau manusia tidak dilihat berdasarkan ras, kekayaan maupun kedudukan sosialnya, melainkan berdasarkan ketaatannya terhadap perintah Allah.

Penghormatan terhadap hak konstitusional warga negara seharusnya diberikan dan dilindungi dalam keadaan apapun dan dalam waktu apapun. Sebagai negara dengan penduduk yang mayoritasnya beragama islam tentunya polemik mengenai kelompok islam radikal bukanlah hal yang asing. Meskipun begitu sebagai negara demokrasi Indonesia sendiri sudah menjamin hak konstitusional seluruh warganegaranya, sekalipun jika warga negaranya tersebut pernah tergabung kedalam kelompok islam radikal di Indonesia sebelumnya. Jika warga negara Indonesia mengikuti kelompok islam yang radikal maka hak konstitusional yang dimiliki oleh subjek hukum tersebut tetap berlaku dan dilindungi seperti halnya hak dasar yang dimiliki oleh manusia (sandang, pangan, papan), hak untuk hidup, hak untuk kembali ke masyarakat, dan lainnya. Sebagai umat islam tidak seharusnya kita sebagai manusia mengasingkan warga negara yang pernah menjadi bagian dari kelompok islam radikal. Hal ini dikarenakan meskipun tindakan tersebut dapat dinyatakan bersalah dan dapat dihukum dengan ketentuan Undang-Undang, akan tetapi hal yang lebih krusial untuk dirubah ialah pola pikirnya. Sehingga dalam menyikapi hal tersebut tidak seharusnya masyarakat menolak kembali hadirnya oknum-oknum tersebut, melainkan menerima kembali dan memperkuat proses deradikalisasi agar oknum tersebut dapat bergabung kembali menjadi bagian dari masyarakat yang produktif.


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Telah Berkunjung DI BLOG TAKMIR MASJID AL-AZHAR Fakultas Hukum UII

@Way2themes

Follow Me